Senin, 12 Januari 2009

Perbandingan Study Teologi dan Filsafat

Oleh: Ev. Makjen Simanjuntak, S.Th., M.Div


I. Pendahuluan
Artikel ini adalah makalah presentasi yang dibuat oleh penulis ketika penulis sedang kuliah program sarjana, namun karena penulis ingin membagikan pandangan penulis kepada para pembaca mengenai topik ini maka penulis mencoba memasukkannya dalam blog ini.
Penulis menyadari bahwa tema ini adalah tema yang cukup luas dan barangkali tidak dapat dijelaskan dalam beberapa halaman, oleh karena itu penulis akan memberi batasan yang akan dibahas disini, dimana penulis hanya akan membahas tentang hal-hal yang terpenting dari alur atau kerangka pikir dari filsafat ilmu dan dibandingkan dengan alur atau kerangka berpikir tentang studi Teologia. Penulis berharap dengan demikian dalam jumlah halaman yang sangat sedikit ini kita boleh melihat bagaimana sebenarnya perbandingan antara dua tema yang besar diatas.

II. Kearangka Berpikir tentang Filasafat Ilmu & Teologi

II.1. Kerangka Berpikir tentang Filasafat Ilmu

a. Definisi Filsafat Ilmu
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ada empat pengertian filsafat, yaitu: pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai segala hakikat yang ada, sebab, asal, dan hukumnya; teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan; ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemologi (KBBI, 2002). Menurut Anton Baker, filsafat berasal dari kata philosophia yang berarti cinta pengetahuan, terdiri dari kata philos yang berarti cinta, senang, suka; dan kata sophia yang berarti pengetahuan, hikmat (pengetahuan dari Allah), dan kebijaksanaan, pandai, tajam pikiran.
Plato menyebut filsafat sebagai ilmu pengetahuan tentang kebenaran. Socrates menyebut filsafat sebagai cara berpikir yang radikal, menyeluruh, dan mendasar.
Secara etimologis, filsafat berarti suatu uraian yang mampu menjelaskan secara rasional segala sesuatu yang ada di dunia ini. Berfilsafat adalah aktivitas manusia untuk merenungkan tentang segala sesuatu yang ada sehingga bermakna secara mendalam baginya sebagai pedoman hidup. Filsafat adalah suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam (sedalam-dalamnya) dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan. Maka dapat disimpulkan bahwa pengertian filsafat adalah seputar hasil olah pikir otak manusia yang berlaku umum untuk berbagai disiplin ilmu yang bersifat rasional maupun irasional karena mencakup pandangan hidup.
Ilmu, dalam kamus bahasa Indonesia, adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu. Dari berbagai keterangan ahli tentang ilmu,kita dapat menyimpulkan bahwa ilmu adalah sebagian pengetahuan yang mempunyai ciri, tanda, syarat tertentu, yaitu sistematik, rasional, empiris, universal, objektif, dapat diukur, terbuka, dan kumulatif. Ilmu merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu.
Filsafat ilmu merupakan bagian dari filsafat pengetahuan yang secara khusus mengkaji hakikat ilmu atau pengetahuan ilmiah. Filsafat ilmu merupakan kajian secara mendalam tentang dasar-dasar ilmu. Filsafat ilmu merupakan telaahan secara filsafat yang ingin menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu seperti: ontologis berbicara tentang obyek apa yang ditelaah ilmu, epistemologi berbicara tentang bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan berupa ilmu, dan aksiologi berbicara tentang apa gunanya pengetahuan yang berupa ilmu itu (Pandia, 2005).

b. Dasar-dasar Filsafat Ilmu
Objek filsafat ilmu umumnya dapat dibedakan dalam tiga kategori, yang berisi pertanyaan filsafati, yaitu: ontologis, epistomologis dan aksiologis. Ontologi ilmu, membahas tentang hakekat substansi dan pola organisasi ilmu pendidikan. Pertanyaan ontologis adalah pertanyaan yang menggugat identitas; sebetulnya tentang ‘apa’itu ilmu. Epistemologi ilmu, membahas tentang hakekat objek formal dan material ilmu itu sendiri. Pertanyaan epistemologis adalah pertanyaan yang menggugat cara; bagaimana suatu pendidikan yang “apa”-nya sudah diketahui, dijalankan. Aksiologi ilmu pendidikan, membahas tentang hakekat nilai kegunaan teoritis dan praktis ilmu. Pertanyaan aksologis ilmu adalah pertanyaan yang mempertanyakan tentang tujuan; untuk apa ilmu bagi kehidupan manusia.



1. Dasar ontologis ilmu (Apa yang dikaji)
Pertama-tama pada latar filsafat diperlukan dasar ontologis dari ilmu. Ontologi ilmu menyoroti hakikat alam nyata realitas segala seluk beluk dunia ilmu yang berhubungan dengan seluruh makhluk hidup khususnya manusia.
Adapun aspek realitas yang dijangkau teori dan ilmu adalah melalui pengalaman dan berakhir pada pengalaman, hal ini berarti bahwa sifatnya adalah empiris. Jadi ilmu tidak akan pernah dapat menjelaskan hal-hal yang ada diluar atau diatas dari batas pengalaman manusia, atau hal-hal yang meta empiri, seperti tentang asal mula alam semesta, dan akhir dari segala sesuatu yang ada dalam alam semesta ini, tentang realitas sorga dan neraka, tentang setan, iblis dan banyak hal yang lain. Semuanya yang bersifat meta empiri, tidak akan mungkin dapat dikaji oleh ilmu, sebab batas penjelajahan ilmu itu sendiri adalah dimulai dari penglaman dan akan berakhir pada batas pengalaman manusia itu sendiri.

2. Dasar epistemologis ilmu
Dasar epistemologis diperlukan oleh ilmu atau pakar filsafat ilmu demi mengembangkan ilmunya secara produktif dan bertanggung jawab. Epistemologi adalah studi tentang logika pengetahuan yang mempertanyakan sumber, cara, proses pengetahuan diteliti, dikembangkan dan dipakai dalam kehidupan kini, yang akan datang dan pada hidup kekekalan.

Pendekaatan fenomenologis itu bersifat kualitatif, artinya melibatkan pribadi dan diri peneliti sebagai instrumen pengumpul data secara pasca positivisme. Karena itu penelaah dan pengumpulan data diarahkan oleh pendidik atau ilmuwan sebagai pakar yang jujur dan menyatu dengan objeknya. Karena penelitian tertuju tidak hanya pemahaman dan pengertian, melainkan untuk mencapai kearifan (kebijaksanaan) tentang fenomena pendidikan maka validitas internal harus dijaga betul dalam berbagai bentuk penelitian dan penyelidikan.

Inti dasar epistemologis ini adalah agar dapat ditentukan bahwa dalam menjelaskaan objek formalnya, telaah ilmu tidak hanya mengembangkan ilmu terapan melainkan menuju kepada telaah teori dan ilmu sebagai ilmu otonom yang mempunyi objek formil sendiri atau problematika sendiri sekalipun tidak dapat hanya menggunakaan pendekatan kuantitatif atau pun eksperimental. Dengan demikian uji kebenaran pengetahuan sangat diperlukan, namun karena semua ilmu selalu diarahkan kepada nilai keguanaan atau aksiologi maka sebenarnya pengujian ilmu dan juga menjadi sifat ilmu adalah bersifat pragmatis. Jadi dengan demikian sebuah ilmu tidak akan dapat dikatakan sebagai kebenaran yang tidak dapat berubah atau kebenaran yang mutlak. Kebenaran dalam ilmu selalu dapat berubah, jika ditemukannya ilmu yang lain yang mengatasi ilmu yang sebelumnya.

3. Dasar aksiologis ilmu

Pada bagian ini, filsafat menyelidiki nilai-nilai ilmu, apa yang benar, yang indah yang dapat dipakai untuk memajukan manusia kini dan disini. Jadi jika kita memiliki ilmu itu hanya memiliki nilai yang terbatas, yaitu dibatasi oleh waktu dan tempat. Misalnya jika kita memahami ilmu genetika itu hanya bermamfaat untuk masa kini, dimana kita masih hidup di dunia ini. Itu tidak akan berguna pada masa mendatang, dimana tatkala kita telah meninggalkan dunia ini.
Kenyataan menunjukkan bahwa ternyata kadangkala suatu ilmu yang ditemukan di negara atau tempat yang lain belum tentu dapat diterapkan di negara atau tempat yang berbeda. Hal itu menunjukkan bahwa kebenaran ilmu bukanlah kebenaran yang absolut, sehingga nilai atau aksiologinyapun tetap terbatas.

II.2. Kerangka Berpikir tentang Teologia

a. Definisi

Kata Teologia adalah berasal dari bahasa Yunani Theos dan logos, kata Theos berarti Tuhan dan kata logos artinya pengetahuan. Jadi secara sederhana Teologia dapat diartikan pengetahuan tentang Tuhan. Namun mempelajari Teologia bukan berarti hanya mempelajari tentang Tuhan, tetapi juga mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan, dimana Alkitab sendiri menjelaskan bahwa permulaan dari segala sesuatu itu adalah Tuhan dan semuanya yang Dia jadikan itu adalah untuk kemuliaan-Nya (Kej 1:1; Yoh 1:1; Kolose 1:16,17)

b. Dasar Pijakan Studi Teologia
Pada bagian Filsafat Ilmu, penulis telah mengatakan bahwa penjelajahan ilmu dimulai dari pengalaman manusia dan diakhiri pada pengalaman manusia. Jadi sesuatu yang diatas atau diluar pengalaman manusia tidak akan mungkin dapat dijangkau oleh ilmu. Terlebih daripada itu jelas bahwa manusia tidak akan mungkin dapat memahami tentang Allah, sebab keberadaan Allah yang transenden tidak akan mungkin dapat digapai oleh manusia. Allah berinisiatif untuk memperkenalkan diri-Nya kepada manusia yang mau mengenal-Nya. Dan oleh sebab itu dasar pijak dari Teologia adalah penyataan Allah. Dalam studi teologia akhirnya penyataan Allah itu dibagi menjadi dua bagian yaitu penyataan Allah secara umum atau universal, yaitu melalui ciptaan atau alam semesta dan penyataan Allah secara khusus yaitu melalui Alkitab atau Firman Allah dan Pribadi Kristus yaitu pribadi Ilahi yang datang dalam daging. Itulah yang menjadi dasar pijakan dari Teologia, yaitu sesuatu yang diluar jangkauan pengetahuan manusia, atau sesuatu yang ada diluar jangkauan ilmu manusia.
Selanjutnya, karena pembahasan kita adalah mengenai perbandingan, maka kita akan melihat perbedaan antara teologia dan filsafat ilmu melalui dasar pijakan kedua-duanya. Maka oleh karena itu selanjutnya kita akan melihat tentang apa yang dikaji dalam Penyataan Allah, dan juga kita akan melihat sifat dari kebenaran dari penyataan Allah, dan selanjutnya adalah bagaimana nilai atau aksiologi dari penyataan Allah itu sendiri bagi manusia.

1. Apa yang dikaji dalam Penyataan Allah

Sebelumnya penulis telah mengatakan bahwa dasar pijakan teologia adalah penyataan Allah, sebab manusia tidak dapat menjangkau Allah atau Theos, itu sebabnya Dia memperkenalkan diri-Nya kepada manusia, maka oleh sebab itu apa yang dapat dikaji dalam Teologia adalah apa yang dinyatakan oleh Allah. Dalam hal ini sangat berbeda dengan filsafat ilmu, dimana apa yang dapat dikaji dalam ilmu hanya sebatas apa yang dapat dialami manusia. Jadi dalam filsafat ilmu unsur manusia ditempatkan pada bagian paling atas, manusia sebagai subjek dan segala sesuatu yang diteliti atau yang dipelajari adalah objeknya. Tetapi dalam teologia, dimana Allah subjek dan segala sesuatu yang ada dalam alam semesta ini adalah objek dari apa yang dinyatakan oleh Allah.

Alkitab begitu jelas dalam menjelaskan tentang apa yang dikaji dalam penyataan Allah. Sangat mengagumkan sekali, tatkala kita membuka halaman pertama dari Alkitab kita, disana langsung dijelaskan apa yang menjadi pertanyaan manusia yang tidak dapat dijelaskan oleh ilmu sekuler secara sempurna, dimana kita sering bertanya tentang realitas alam semesta ini, darimana dan bagaimana itu semua menjadi ada. Pertanyaan itu dijawab dengan benar oleh Alkitab, dimana Alkitab memperkenalkan Allah sebagai pencipta alam semesta. Selanjutnya Alkitab juga menjelaskan bahwa Allah bukan hanya sebagai pencipta, tetapi juga pemelihara, Alkitab juga memperkenalkan Allah sebagai Allah yang berdaulat atas semua ciptaan-Nya. Singkat kata bahwa Alkitab menjelaskan tentang permulaan segala sesuatu dan akhir segala sesuatu, dimana dalam segala hal itu dan secara keseluruhan memberitahukan kedaulatan Allah atas ciptaan-Nya.

2. Sifat dari kebenaran Penyataan Allah

Pada bagian sebelumnya penulis telah menyinggung tentang sifat dari kebenaran dari ilmu pengetahuan, dimana nilai kebenaran ilmu pengetahuan bukanlah kebenaran yang final atau yang absolut, karena didapatkan dari empiri atau apa yang dialami atau apa yang dapat dialami oleh manusia. Tetapi berbeda dengan Teologia, dimana sifat kebenaran teologia adalah mutlak dan absolut, karena kebenaran Teologia berhubung dengan penyataan atau pewahyuan Allah. Kebenaran wahyu adalah kebenaran yang final yang datang dari yang Maha Kuasa sang khalik, manusia bisa saja salah tetapi Allah tidak akan mungkin salah. Sebab jika Allah memiliki sebuah kesalahan maka sesungguhnya Dia bukanlah Allah.

3. Kegunaan Teologia (Penyataan Allah/Wahyu Allah) bagi Manusia

Kegunaan dari ilmu adalah untuk memajukan atau memperkaya kehidupan manusia untuk masa kini dan disini. Berbeda dengan nilai kegunaan dari Teologia, dimana mempelajari teologia berguna untuk kehidupan masa kini dan juga kehidupan yang akan datang. Jadi keguanaan atau aksiologi dari teologia itu tidak dibatasi oleh waktu dan tempat, asal saja yang dipelajari adalah teologia yang benar yang berdasar pada Alkitab dan bukan hanya itu saja, tetapi yang mempelajarinya menghidupi apa yang ia pelajari. Sebab belajar teologia dengan benar akan menuntun seseorang kepada pertobatan dan akhirnya jika orang yang mempelajarinya benar-benar menghidupi apa yang dia pelajari, maka ia akan menyerahkan dirinya kepada Tuhan untuk diselamatkan. Itu sebabnya penulis mengatakan bahwa nilai aksiologi dari teologi tidak dibatasi oleh waktu dan tempat. Dan untuk kehidupan masa kini Teologia juga berperan untuk menghibur dan memberi kekuatan bagi setiap orang, sebab orang yang mengetahui bahwa dirinya telah dibebaskan dari hukuman yang kekal akan merasa terhibur dan mendapat sukacita baru, dan orang percaya akan selalu menyadari bahwa Allah akan menolongnya menjalani hidup didunia ini untuk melewati setiap persoalan apapun yang menimpanya.

III. Kesimpulan

Setelah penulis menjelaskan beberapa hal yang menjadi perbandingan antara Teologia dan Filsafat Ilmu, maka kita melihat jelas perbedaan antara keduanya. Antara lain:
1. Dasar Pijak dari Teologia adalah Penyataan Allah, sedangkan Filsafat ilmu adalah pengalaman manusia. Hal ini akan membedakan nilai kebenaran dari antara keduanya. Jika titik berangkatnya ilmu adalah pengalaman manusia maka jelaslah bahwa suatu ilmu itu bukanlah sesuatu hal yang final atau sesuatu yang absolut, karena pengalaman manusia bisa berbeda-beda dan lagi pula ternyata ada banyak hal yang tidak dapat dijangkau oleh pengalaman manusia. Berbeda dengan Teologia, karena dasar pijaknya adalah penyataan Allah atau wahyu Allah, maka kebenarannya adalah kebenaran yang mutlak, kebenarannya adalah kebenaran yang datang dari Allah. Sebagai Allah, maka Dia Maha Tahu dan juga Maha Kuasa, maka kebenaran-Nya tidak perlu diragukan.

2. Dari segi aksiologi atau nilai kegunaan, ilmu hanya berguna pada saat ini dan disini, fakta menunjukkan bahwa tidak semua ilmu dinegara yang berbeda mempunyai nilai kegunaan bagi kehidupan manusia di negara yang lain, dan lebih lagi bahwa ilmu hanya berguna disini atau dimana kita ada sekarang, sebab ilmu yang didapat dari perasaan atau pengalaman kita tidak akan berguna pada kekekalan, sebab ilmu itu sendiri bukanlah kekal. Jadi jika kita akan meninggalkan dunia ini maka semuanya ilmu atau pengetahuan yang kita miliki tidak ada gunannya lagi. Ilmu juga kadangkala dibatasi oleh waktu. Hal ini terlihat jelas, dimana kadangkala sesuatu ilmu yang sebelumnya telah diakui sebagai ilmu yang sahih ternyata dapat gugur setelah ada ilmu yang terkemudian dan yang dianggap lebih sahih. Misalnya dahulu dikatakan bahwa bumi adalah pusat tata surya, tetapi setelah kopernikus mengadakan penelitian maka kebenaran yang lebih sahih tentang pusat tata surya adalah matahari, bukan bumi, dan akhirnya kebenaran ilmu yang lama secara perlahan-lahan hilang, dan sekarang pendapat Kopernikuslah yang dianggap sebagai ilmu yang sahih bukan yang sebelumnya. Sedangkan aksiologi dari Teologia (Yang benar dan Alkitabiah) berguna untuk masa kini dan yang akan datang. Pembelajaran Alkitab yang benar, dimana sang pembelajar itu belajar dengan hati akan membawa dia kepada dua keuntungan yang besar, dia akan memiliki hidup yang kekal untuk kehidupan nanti dan disana (tempat yang lain atau sorga) dan dia akan mendapat sesuatu yang berguna untuk kehidupan disini (dunia) dan kini, sebab jika ia belajar Alkitab dengan hati maka ia akan dituntun untuk selalu melihat kasih Allah dan hal itu akan seperti sungai yang mengairi jiwanya ketika dia sangat kehausan.

Mungkin masih banyak hal yang dapat di kembangkan dalam menggali perbandingan kedua tema diatas, namun sekali lagi penulis katakan untuk ukuran halaman yang seminim ini, penulis merasa bahwa hal-hal yang telah penulis bahas diatas sudahlah cukup.

IV. Kepustakaan

Brown Colin. Pengantar Filsafat & Iman Kristen. Surabaya: Lembaga Reformed Injili Indonesia 1996

Jacobs Tom SJ, Paham Allah. Semarang: Kanasius 2002

Kattsoff, L. O. Pengatar Filsafat. Sebuah Buku Pegangan untuk Mengenal Filsafat. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1996

Mudyahardjo, R. Filsafat Ilmu Pendidikan. Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001

Pandia, Wisma. Filsafat Ilmu. Tangerang-Banten: STTIP, 2005

Suriasumantri, J. S. Filsafat Ilmu. Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000

Tidak ada komentar:

Posting Komentar